Esensi dari suatu tugas sebagai guru dalam tugas
tugasnya sebagai pendidik dan pengajaran harus memiliki kompetensi pendidikan,
moral, serta memiliki kompetensi social, serta dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman sebagai tuntutan. Dengan demikian seorang guru memiliki
nilai yang tinggi dan mulia jika semuanya ada pada dirinya.
DIA MEMANG GURUKU
oleh : ahmadi yasin
Ketika saya masih kecil mengikuti
proses pendidikan di TK (taman kanak kanak) aku selalu mengenang masa masa itu
jika aku ingin mengingatnya, ibu guru yang mendidikku pada waktu itu yang mana
saya waktu itu agak sedikit bandel seperti anak anak pada umumya. Suatu ketika
saya berbuat yang telah diingatkan oleh ibu guruku “jangan melakukan itu”
ternyata sebagai anak kecil saya melanggarnya kemudian ada masalah, ibu guruku
menangis karena saya melanggarnya karena kasihan dengan saya.
Waktu itu saya tidak menyadari kalau
perbuatan guru saya itu adalah bentuk kepeduliannya kepada anak asuh/anak
didiknya yang hal demikian saya menganggapnya biasa biasa saja. Setelah
sekarang saya menjadi guru saya sadar betapa mulianya yang dilakukan guru saya
yang dalam hati saya berkata “betapa mulianya sikap guru saya yang dulu tidak
saya anggap ada apanya, namun saya pahami sekarang ternyata nilainya sangat
mulia yang dilakukan guru saya” namun apa yang telah saya perbuat kepada guru
saya sebagai balasan atas budi yang mulia dari seorang guru.
Dalam hati saya berbicara : oh
guruku yang baik, betapa mulia apa yang telah engkau perbuat, seberapakah besar
balasan ku kepadamu sebagai rasa terima kasihku. Namun ketika saya mengenang
kembali ada seorang guru saya yang sering memarahi saya bukan karena saya tidak
bisa apa yang diajarkannya, saya dimarahi karena hal yang tidak ada kaitannya
dengan proses pendidikan, saya betapa jengkelnya, atau saya disindirnya karena
saya anak janda, anak orang tidak punya apa lagi dianggap saya dianggap orang
yang pantas dihina. Itu semua saya ingatnya ! akhirnya saya berkata tanpa kata,
menggerutu dalam hati “Saya harus jadi guru yang tidak seperti guru saya yang
kedua.
Ada guru saya yang ketiga yaitu guru
saya yang mengajarkan tata karma, logika, serta agama yang berbicara dakwah,
peningkatan ekonomi, memaknai moral yang tinggi, perhatian terhadap kemanusian
dan mendidik siswa dengan baik, tepat waktu atau kerennya disebut efisien,
tepat sasaran (efektif) artinya kalau memberikan penjelasan mudah dimengerti oleh siswa dengan baik bahkan strata IQ
paling rendah sekalipun penjelasannya sudah dapat dipahami. Betapa beliau banyak
dikenang oleh para siswanya meskipun telah tiada. Oooh guruku yang mulia !
dalam hati saya bangga dengan guru saya itu walaupun dia sudah pensiun dari kedinasan, sekali diingat dan dikenangnya oleh para siswanya.
Dia telah pensiun dari kehidupan
ini dia masih dielu-elukan
para siswanya bahkan masih selalu dikirim do’a dengan bacaan surat al-fatihah
agar beliau dimaafkan segala kesalahannya dan diterima amal perbuatan baiknya
dan dia termasuk golongan yang nanti masuk surga.
Ada guru saya yang keempat beliau
selalu pakai kopyah tetapi kopyahnya sering berubah fungsi dari tutup kepala
sebagai tanda orang yang anggun, wibawa dan pantas dihormati sebagai guru yang
memiliki perangai mulia. Kopyah berubah fungsi sebagai penghias meja guru dalam
kelas saya, seakan yang mengajar adalah dia walaupun hanya kopyahnya saja yang
ada, dia kemana mana, sawah, warung, minum kopi, ngerokok setelah siswa
siswanya diajar dengan perintah dan pesan singkat seperti HP, tapi tempo dulu
belum mengenal HP, telepon kabel (dulu diistilahkan (Kenteng) aja belum tahu.
Jika di kota kota ada ketika saya tahu itu sudah sangat kagum sekali. Itulah
kejadulan tempo dulu. Setelah saya jadi guru menggelitik sekali kejadian dulu
itu. Ketika zaman mengalami perobahan kemajuan ada HP, Komputer, Laptop, Iped, dan lain lainnya termasuk IT
(information of technology)
awalnya saya juga takjub
(terbelalak) wah ini jaman apa ya ! waktu saya dulu tidak ada, saya menyadari
inikah yang dinamakan Gaptek (gugup terhadap teknologi). Wah lah saya termasuk
tipe guru yang keberapa ya tipenya. Ha ha dalam hati saya tertawa.
1.
siapakah guruku
Banyak contoh guru yang baik namun
ada juga guru saya yang kurang baik, sesungguhnya dalam mutiara kata jawa yang sering
diucapkan bahwa guru itu adalah dari kata “GU-RU”, artinya orang yang patut di
“Gugu dan ditiru=orang yang patut diikuti dan dicontoh” karena kebaikan
kebaikannya. Bukan manjadi masalah baru yang disingkat “GU-RU, yang kata
plesetannya “wagu lan ruwet” artinya sesuatu yang tidak pantas dicontoh serta
menimbulkan masalah masalah. Mestinya seharusnyalah guru itu menjadi sumber
nilai positif berupa sifat, sikap, perilaku, ide, moral dan hal hal lain
seperti karya yang produktif. Dengan sangat sederhana guru harus menjadi sumber
nilai dan adviser (penasihat).
Dengan ibarat membersihkan yang kotor harus
dengan sapu yang bersih dan menanam kebaikan harus dengan alat dan pupuk yang
baik pula. Bukan jadi guru yang jelek (tidak produktif), kurang kreatif, imajinatif, dan
inofatif, kemudian siswanya diharapkan menjadi baik,
bukan jadi ruru yang kontra produktif sementara muridnya dia harapkan kreatif. Seandainya bisa terjadi saya bermimpi,
punya angan angan, dan punya cita cita dengan
bayangan pikiran saya seperti tempo dulu waktu waktu sekolah “guruku baik bisa
dicontoh, bisa diteladani” sehingga
harapan saya nanti dapat menjadi guru seperti dia, amin. Ada pepatah mengatakan
“pengalaman adalah guru terbaik” artinya
jika dulu kita punya seorang guru yang
sera tidak edial hendaknya kita harus menjadi guru yang serba ideal dari segala
aspek yang ada.
2.
benarkah dia guruku
Ketika saya telah terjun kedalam
dunia pendidikan dan saya mencoba menjadi seorang guru walaupun terdapat
bebrapa kekurangan dari saya, saya akan berbuat secara maksimal sebagai seorang
guru dengan penuh semangat, menjadi guru yang dinamis contoh kecil jika saya
menghidupkan latop saja saya tidak bisa saya akan mengikuti pendidikan dan
latihan ataupun kursus. Jika saya tidak bisa mengjar sebagai guru yang efektif
bagi siswanya saya akan berlatih dan mencari guru model yang baik untuk saya
contoh, jika saya tidak bisa bertutur kata yang baik atau tidak dapat
memberikan penjelasan yang baik saya akan terus berusaha dan tidak akan
menyerah untuk memiliki skill education tersebut dan lai lainnya.
Ketika saya setelah sadar dan
memiliki pengetahuan yang banyak tentang profesionalitas guru, metode untuk
menjadi guru yang baik dan efektif, mendalami attitude (prilaku) siswa dengan
dalam, dan pengetahuan pengetahuan yang lain yang ada kaitannya dengan
pendidikan saya bertanya ? mengapa guru saya dulu kok begitu ? saya berjalan
sambil melamun, menggerutu, sedikit berbuat maksiat (perbuatan tidak terpuji)
kepada guru saya yang kurang baik tadi dengan ngerasani (menyebut kekurangan)
guru saya dulu masak sih guru saya dulu itu tidak pinter kok ngajarnya cukup
yang mengajar kopyahnya saja, atau dia tidak sepenuh hati jadi guru karena
tidak ada gajinya.
Astaghfirullah (saya mohon ampun kepada tuhan) karena saya sudah
ngerasani guru saya, la tapi memang iya begitu ! Hati saya berbicara lagi boleh
nggak ya membicarakan begini tapi demi kebaikan. Hati saya bicara gaka pa apa
toh tidak saya ungkap kepada orang lain, dan ini kan demi belajar dari apa yang
dulu pernah saya tahu demi perbaikan system yang ada. Apa pun dia adalah guru
saya sehingga saya jadi orang, saya dapat gelar, dan saya mendapatkan anugerah
karena pendidikan yang telah didik oleh guru guru saya terlepas dari guru guru
yang punya kelebihan, dan seorang guru yang memiliki kekurangan kekurangan.
3.
dimana guruku
Hati saya selalu mengenang para
guru guru yang dulu telah mendidik aku, mengajar dengan sabar walaupun ada yang
galak, saya selalu memohonkan rahmat untuknya, memohonkan ampun untuk mereka
guru guru saya semuanya. Saya belum perbah member sesuatu yang berharga,
sementara yang saya berikan hanya doa yang mestinya saya juga harus memberikan
sebagian rizki saya untuknya, karena saya bisa begini karena tiga orang tua
saya, pertama orang tua saya yang telah melahirkan saya yaitu ibu dan bapak
saya, kedua adalah arang tua saya yang telah mengasuh saya sehingga saya dewasa
serta berkembang dengan leluasa tanpa hambatan karena asuhannya, ketiga orang
tua saya yang telah mendidik, mengajar saya, membina tapi tidak ada
pembinasaan, menasehati tanpa melahirkan sakit hati, bahkan menolong tanpa
pamrih serta minta balas budi.
Dia adalah “guru saya selamanya”.
Tetapi yang paling penting adalah yang harus selalu diingat adalah Tuhan yang
maha kuasa sebagai “Sang Maha Guru Dari Semuanya, Nabi, Rasul, Wali dan guru
guryu saya sekarang ini”. Engaulah guru sya damailah hidupnya dan selamatkan
dia, karuniailah dengan kehidupan yang penuh bahagia di dunia dan kelak pada
akhiratnya. Amin.
4.
mengapa guruku begitu
Orang tidak tahu, itu bukan dasarnya bodoh,
orang tidak tahu mungkin penglihatannya itu tidak focus, orang tidak tahu itu
bisa disebabkan karena dia tidak memperhatikan, dan orang tidak tahu belum
tentu itu jelek dan konotasi konotasi yang negatif. Yang terjelek adalah orang
yang tidak mau tahu. Ketika terdapat narasi yang menyebut “GU-RU” yang
dipelesetkan menjadi seba wagu (gak pantas) dan serba saru (serba jelek) sebagi
ungkapan guru yang tidak professional, tidak memiliki skill, tidak memiliki
seni mendidik, dan kekurangan verbal (kurang bisa berbicara dengan baik) atau
kekurangan kekurangan yang lain yang menyebabkan serba wagu dan serba saru tadi
harusnya menjadi pelajaran bagi saya, atau orang lain yang mau mengerti.
Setidak tidaknya bagi orang orang
yang memiliki kemauan untuk melakukan introspeksi (berbenah diri) yang dalam
bahasa arab disebut mukhasabah agar kedepan dapat menjadi guru yang diidolakan
dan didambakan oleh para siswanya. Sabda orang suci mengatakan “jadilah orang
yang mengajarkan ilmu, atau mencari ilmu, mendengarkan ilmu bila dibacakan,
atau menjadi pecinta ilmu, janganlah kamu menjadi orang yang kelima, Rusak dan
binasa”. Disini seorang guru menduduki
kedudukan paling tinggi dan paling mulia. Namun demikian jika menjadi guru dan
tidak melaksanakan tugas tugas keguruannya maka seseorang pun menjadi derajat
yang keenam, yang kelima saja binasa dan rusak apalagi yang keenam dan
seterusnya.
Hal ini kiranya tidak boleh terjadi bagi
seorang guru ! Agar seorang guru dapat diikuti dan ditaati sebagai teladan bagi
siswa siswanya serta malahirkan dari kandungannya ilmu, seorang guru yang baik melahirkan guru yang
terbaik. Jika seorang guru tidak
demikian maka Itu terlalu, guruku jangan
begitu, guruku mengapa terjadi semacam ini, guruku mari kita kedepankan,
profesionalitas, cakap skil keguruan, komunikasi, adaptasi serta penuh dengan
dedikasi dan prestasi. Semoga demikian
amiiin.
Hati saya tertawa geli karena
membaca secarik kertas bertuliskan “ Guru kencing berdiri murid kencing
berlari”, artinya dari keteladanan seorang guru akan melahirkan seorang siswa
seperti diri kepribadian sama dengan gurunya. Kalau guru baik muridnya akan
baik, kalau guru itu jelek maka muridnya akan jadi jelek, tetapi jangan sampai
itu akan terjadi.
5.
dia memang guruku
Saya bertemu dengan seseorang yang
pandai sekali, seorang birokrat yang baik hati, moralis (orang yang sangat
bermoral dan menjunjung tinggi nilai nilai moral), agamis (taat kepada agama
yang dipeluknya) humanis (sukamenolong sesamanya), saya tahu dia seorang doctor
yang teramat pandai, kata katanya sering
saya dengar dan saya jadikan hasanah serta perbendaharaan pengetahuan, atau
bisa dirangkai menjadi kata kata mutiara, Hebat memang dia, ketemu saya pasti
bertanya bagaimana kabarnya, sekarang sudah menempuh pendidikan apa (maksudnya
s1, s2 atau sudah s3), selalu perhatian kepada saya, dia memang guru saya.
Apakah dia pernah mengajarkan aku
dibangku sekolah, itu tidak pernah, apakah dia pernah memberiku sesuatu mungkin
pernah, apakah dia pernah menolongku, itu saya lupa, tetapi sepertinya juga
pernah. Kapan itu yaitu ketika saya bertemu dia berkata kata dengan baik,
cerita yang dapat membangkitkan minat dan motivasi menjadi yang lebih baik, membuat narasi yang
seolah olah memberi pelajaran tentang moral, seakan mengajarkan tatakrama atau
agama. Itu pemberiannya, itu pertolongannya, itu yang menjadi guru bagi saya.
Tidak harus sempit pemaknaan seorang guru itu, dan tidak harus formal dalam
pembelajaraanya. Yang teramat penting adalah esensi yang diajarkanya.
6.
Kesimpulan
Esensi dari suatu tugas sebagai guru
dalam tugas tugasnya sebagai pendidik dan pengajaran harus memiliki kompetensi
pendidikan, moral, serta memiliki kompetensi social, serta dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan zaman sebagai tuntutan. Dengan demikian seorang guru
memiliki nilai yang tinggi dan mulia jika semuanya ada pada dirinya. Jika tidak
maka seorang guru akan mendapatkan julukan “Guru yang dipelesetkan menjadi
“guru yang wagu dan yang saru, atau karena wagu maka ditinggal turu (ditinggal
tidur sama muridnya), agar guru tidak termasuk kata plesetan
tersebut marilah kita tingkatkan profesionalitas keguruan yang memang sudah
menjadi tuntutan zaman dan modernisasi tanpa westernisasi.
Guru guru guru yang telah dibatasi
ruang dan waktu harus semakin sadar kita tidak boleh seperti dulu, kita harus
memanfaatkan waktu, meningkatkan kemampuan diri, meningkatkan skill sebagai
seorang guru, meningkatkan komunikasi, meningkatkan koordinasi agar secara
kualitas kita akan terdongkrak pelan pelan menjadi guru yang sempurna dalam
segala aspek keguruan yang harus ada pada kita sebagai guru, keteladanan, keadaan
menjadi model belajar bagi siswa, yang tanpa terasa kita sebagai seorang guru
adalah berperan sebagai “model pendidikan” yang akan menjadi teladan, contoh
dan uswah bagi murid muridnya. Sehingga kita harus menjadi model yang sangat
anggun, estetik dan dapat menjadi pijakan contoh bagi para siswanya. Semoga
menjadikan diri kita guru menjadi yang terbaik bagi muridnya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar