Puncak peringatan Hari Pers Nasional
ke 27 tanggal 9 Pebruari tahun
2013 diselenggarakan di gedung Grand Kawanua Internasional Center, Manado,
Sulawesi Utara. Presiden SBY dalam
sambutannya mengingatkan pers agar jangan hanya mengkritik pemerintah, tapi
juga ikut
membangun optimisme bangsa. Peringatan Hari Pers kali ini ditandai
dengan penandatangani prasasti Monumen Museum Mendur yakni 2 fotografer kakak
beradik Alex dan Frans Mendur asal Sulawesi Utara yang mengabadikan pembacaan
proklamasi dan kenaikan bendera pertama kali di tahun 1945. Berikut
ini sambutan Presiden dalam memperingati Hari Pers Nasional.
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Syaloom,
Salam
sejahtera untuk kita semua.
Para
tamu undangan dan hadirin sekalian yang saya hormati, khususnya Prof. Bagir
Manan, kakak saya, Bung Margiono sahabat saya, dan segenap insan pers dan
pimpinan media massa yang saya cintai.
Kita
bersyukur karena hari ini kita dapat kembali memperingati Hari Pers Nasional.
Peringatan kali ini kita laksanakan di kota Manado, Sulawesi Utara. Manado
tanah Tuhan yang menjanjikan harapan. Manado yang terus membangun dan berbenah
diri dengan prestasi yang membanggakan, antara lain pertumbuhan ekonomi 8%,
jauh diatas pertumbuhan ekonomi nasional kita. Manado insyaallah juga akan
menjadi pintu gerbang, bukan hanya di kawasan Timur Indonesia, tetapi juga akan
menjadi gateway untuk
kerja sama kawasan Asia Timur.
Saya
ingin bercerita sedikit, 6 tahun yang lalu kami para pemimpin Asean dan
pemimpin Asia Timur berbincang-bincang untuk membangun arsitektur kerja sama
baru. Waktu itu masih disebut Kaukus Asia Timur, yang kemudian berubah menjadi East Asia Summit. Yang
ingin saya sampaikan adalah, tadinya Forum Asia Timur itu hanya tiga negara
yang berada di Utara (Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok), kemudian ditambah
10 negara Asean, dan kemudian sedang dipertimbangkan India. Saya mengusulkan,
kalau kita berbicara The
Greater East Asia mestinya juga dimasukkan Australia, Selandia
baru, dan sekaligus India.
Mengapa?
Secara geopolitik dan geoekonomi kawasan ini sangat terkait. Kalau hanya
berhenti pada sepuluh negara Asean, Indonesia berada di pinggir. Tetapi dengan
dimasukkannya Australia dan Selandia Baru kita tidak di pinggir dan insya allah
kawasan Timur Indonesia akan masuk dalam zona pertumbuhan di masa depan, di
Forum Asia Timur. Pandangan dan usulan saya tidak segera diterima, ada yang
tidak setuju. Tetapi dengan diplomasi yang kita lakukan alhamdulillah akhirnya East Asia Summit
terbentuk dengan keanggotaan seperti itu. Dan pertama kali, Indonesia menjadi
tuan rumah ketika East
Asia Summit itu akhirnya bertambah dua negara yaitu Amerika Serikat
dan Rusia.
Oleh
karena itu Manado, bersiap-siaplah untuk menjadi salah satu sentra kerja sama
di Asia Timur. Saya harus menambahkan satu lagi predikat Manado, Manado yang
kita kenal dengan masyarakatnya yang toleran, yang harmonis, yang ramah, dan
yang sekaligus dinamis. Tolong jaga dan pelihara karakter seperti itu.
Saudara-saudara,
Tentu
pada kesempatan yang baik ini saya ingin mengucapkan selamat kepada insan pers.
Saya berkomentar tadi waktu bertemu pertama kali dengan Pak Bagir Manan dan
Bung Margiono, yang selalu saya ingat dan saya catat, setiap peringatan puncak
Hari Pers Nasional itu berjalan dengan meriah, merakyat, kreatif, dan relevan.
Jadi tanda jasanya banyak sekali kalau mau memberikan apresiasi pada Hari Pers
Nasional. Dan selalu ada semangat untuk perbaikan dan pembaharuan.Pidato Pak
Bagir dan pidato Bung Margiono jelas sekali, apa yang dilakukan untuk
meningkatkan mutu dan kualitas jurnalisme kita sekaligus mutu dan kualitas para
wartawan kita.
Kita
tahu nobody’s perfect,
no organisation’s perfect,
dimanapun selalu ada kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu kalau lembaga
itu sadar dan terus berbenah diri hampir pasti masa depan lembaga itu akan jauh
makin baik. Di Kupang, saudara-saudara masih ingat, bahwa pers di era demokrasi
sekarang ini adalah salah satu pemegang kekuasaaan (power holder). Dimanapun di dunia ini,
pemegang kekuasaan selalu menghadapi godaan. Oleh karena itulah saya selalu
menganjurkan, mengajak kita semua, termasuk Presiden, sebagai salah satu power holder untuk
pandai-pandai dengan penuh amanah kita menggunakan kekuasaan itu untuk sebesar-besar
kepentingan rakyat yang sama-sama kita cintai.
Napoleon
Bonaparte pernah berkata bahwa ‘pena wartawan itu lebih tajam dan lebih
mematikan dibandingkan pedang’. Tentu pedang identik dengan senjata yang
digunakan oleh militer. Maknanya dalam, pedang pun itu harus digunakan untuk
membasmi musuh dan melindungi pasukan sendiri. Pena wartawan tentu harus
ditujukan untuk mematikan kejahatan dan menghidupkan kebaikan. Kalau kita salah
menggunakan pedang atau pena maka akan menimbulkan malapetaka dan ketidakadilan.
Kita menusuk dan membunuh secara sembarangan tentu itu menimbulkan
ketidakadilan. Setetes darah dari siapapun yang ditusuk, baik oleh pedang atau
pena, padahal orang itu tidak bersalah maka akan berubah menjadi lautan
ketidakadilan yang tentu tidak dibenarkan oleh ajaran agama dan kehidupan yang
baik di muka bumi ini. Oleh karena itu mari, saya serukan kembali apa yang saya
serukan pada Hari Pers Nasional, siapapun yang memegang kekuasaan, apakah
eksekutif, legislatif, penegak hukum, pers, lembaga swadaya masyarakat, semua,
mari kita selalu menjalankan, selalu menggunakan kekuasaan itu dengan penuh
amanah dan tanggung jawab.
Kembali
berkaitan dengan Hari Pers Nasional ini tentu saya harus mengucapkan terima
kasih kepada insan pers dan media masa dalam ikut memekarkan kehidupan
demokrasi di negeri ini, utamanya sejak kemerdekaan pers bisa dihadirkan di
negeri tercinta ini lima belas tahun yang lalu.
Saudara-saudara,
Dari
tahun ke tahun saya menyimak yang disampaikan Bung Margiono bahwa pers
Indonesia itu adalah ‘dari rakyat untuk rakyat’. Kemudian tema tahun ini
dipilih ‘merajut kejayaan Indonesia’. Saya senang dengan pilihan, baik tema
utama ataupun tema tahunan ini, karena menurut saya benar dan juga tepat.
Kalau
bicara rakyat, pers Indonesia dari rakyat untuk rakyat, maka marilah kita
berpikir mereka yang berjumlah lebih dari 240 juta di negeri ini, mereka semua.
Bukan hanya kalangan masyarakat tertentu dan bukan hanya kalangan masyarakat
politik dan bahkan komunitas media massa sendiri. 240 juta lebih rakyat kita
itu sesungguhnya adalah the
silent majority, the real power yang ada di negeri kita.
Di
musim politik dan masa pemilu dewasa ini, partai-partai politik dan para calon
presiden juga harus memahami hal ini.Siapa sesungguhnya pemegang kekuasaan dan
kedaulatan yang sejati? Jawabannya tiada lain: rakyat, rakyat kita. Yang akan
menentukan masa depan negeri ini, utamanya kalau dikaitkan dengan Pemilihan
Umum 2014 mendatang, mereka semua. Bukan hanya presiden, bukan hanya menteri, bukan
hanya gubernur, bupati, dan walikota, bukan hanya anggota MPR, DPR, dan DPD,
bukan hanya MA, MK, dan KPK, bukan hanya politisi dan pengamat, bukan hanya
aktivis dan LSM, bukan hanya pelaku bisnis, bukan hanya para wartawan dan para
editor. Sungguhpun elemen-elemen itu penting, tetapi sekali lagi: seluruh
rakyat Indonesia.
Siapa
yang akan terpilih menjadi presiden mendatang, bisa yang ada di ruangan ini
atau yang di luar ruangan ini, adalah dia yang paling dipercaya dan disukai
oleh rakyat. Tentu kita harus berdoa dan berikhtiar agar yang disukai rakyat
itu juga memiliki watak dan kemampuan yang baik. Sebagaimana yang diingatkan
oleh Pak Bagir Manan tadi, kita pun harus ikut berikhtiar dan berdoa agar
negeri yang tercinta ini diberikan pemimpin yang akan membentuk pemerintahan
berikutnya lagi, yang lebih baik dari saya dan lebih baik dari pemerintahan
ini, demi kemajuan bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai. Keputusan
rakyat nanti final dan mengikat (final
and binding) dan hakekatnya tidak bisa diganggu gugat. Rakyat tidak
bisa dibeli karena mereka punya hati nurani.
Dan
untuk para sahabat saya, para calon-calon presiden, saya ucapkan selamat
berjuang, semoga berhasil. Pesan saya: jangan salah baca, jangan salah hitung.
Pengalaman saya mengikuti dua kali pemilihan presiden, di samping saya sungguh
ditolong oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dua kali (tahun 2004 dan 2009), Allah
Subhanahu Wa Taala, juga saya belajar, belajar mendengarkan, mengikuti, dan
mengetahui pandangan, harapan, perasaan, dan hati nurani rakyat. Yang semuanya
itu tidak selalu tercermin dalam liputan media massa ataupun muncul dalam
perbincangan di ruang seminar ataupun di forum-forum politik yang lain. Selami,
dalami, dan rasakan ketika menatap wajah mereka, ketika menyapa mereka, ketika mendengarkan
apa yang mereka sampaikan. Pengalaman sederhana saya barangkali berguna untuk
para sahabat yang memiliki keinginan yang luhur untuk memimpin negeri ini tahun
2014 mendatang dan kedepannya.
Saudara-saudara,
Ini
hari pers, harinya saudara. Biasanya ada yang bertanya kepada saya selaku
kepala negara “Pak SBY apakah ada nasehat Anda untuk pers dan media massa
kita?” Jawaban saya “tidak ada”. Karena saya punya keyakinan pers sudah punya
kode etik, pers sudah punya dewan pers, pers sudah mengenal prinsip fair and balance, juga
prinsip cover both sides,
juga prinsip self-censoring,
juga prinsip berita dan siaran itu mesti faktual dan akurat. Pers juga sudah
tahu bahwa harus ada keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Juga
sudah tahu bahwa menurut konstitusi kita (Undang Undang Dasar 1945) dan The United Nations Declaration of
Human Rights bahwa ada pembatasan menyangkut penggunaan hak dan
kebebasan seseorang ataupun komunitas. Pers juga sudah tahu untuk ikut berperan
dalam mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kalau
ada pihak yang dirugikan dan mereka menyampaikan hak jawabnya, bahkan
barangkali somasi, pers juga sudah tahu mesti memberikan tempat yang layak demi
keadilan dan fairness.
Jika ada insan pers melakukan pelanggaran hukum sebagaimana pelanggaran hukum
yang dilakukan warga negara yang lain, insan pers tentu tidak kebal hukum dan
juga bisa disentuh. Karena insan pers pun sama kedudukannya di muka hukum
sebagaimana yang lain rakyat kita.
Sekali
lagi, insan pers dan media massa sudah amat mengetahui hal-hal essential seperti itu.
Dan saya amati dari tahun ke tahun, mayoritas dari sahabat-sahabat saya insan
pers bukan hanya mengerti tetapi telah menjalankan semua perangkat moral dan
perangkat profesional yang saya sampaikan tadi. Oleh karena itu, sekali lagi,
saya tidak pada posisi dan kurang patut kiranya memberikan nasehat menyangkut
hal-hal yang tadi itu.
Hadirin
yang saya muliakan,
Meskipun
saya merasa kurang proper dan
kurang pada tempatnya untuk sekarang ini memberikan nasehat kepada pers dan
media massa, tetapi tentu saya tidak dilarang jika saya memiliki harapan yang
baik untuk pers kita, untuk saudara semua. Saya kira rakyat Indonesia juga
memiliki harapan yang sama, harapan seperti itu.
Secara
umum dan secara hakiki kita berharap pers menyuarakan dua hal penting. Pertama,
saudara punya kewajiban moral untuk mengkritisi dan mengkoreksi apa yang
dilakukan oleh negara dan pemerintah, tentu termasuk semua lembaga dan pejabat-pejabatnya.
Saya selalu menyimak dan memperhatikan kritik pers dan pengamat, misalnya,
menyangkut masih banyaknya kasus korupsi, masih belum baiknya birokrasi kita,
masih kurang responsifnya upaya aparat keamanan untuk menanggulangi kekerasan
horizontal, atau juga masih banyaknya pemberian izin di tingkat daerah yang
bermasalah dan tumpang tindih, tentu masih banyak lagi. Semuanya itu saya
dengar. Saya berharap semua lembaga negara beserta pejabatnya juga
mendengarkan, menyimaknya, dan dijadikan masukan untuk perbaikan di dalam
kehidupan bernegara dan menjalankan roda pemerintahan di seluruh Indonesia.
Silakan kritis, objektif, itu yang pertama.
Yang
kedua, tentu pers juga berperan untuk membangun optimisme dan keyakinan bangsa.
Bahwa di tengah masih banyaknya kekurangan, ketidak berhasilan, tidak sedikit
pula prestasi dan keberhasilan yang kita capai, yang dicapai negara ini, yang
hakekatnya juga keberhasilan kita semua, sejak negeri kita mengalami krisis,
krisis besar lima belas tahun yang lalu.
Sebab
kalau tidak ada kedua-duanya, baik yang positif maupun yang negatif, yang plus maupun yang minus, rakyat kita akan
bingung dan bertanya-tanya. Mengapa pihak internasional, termasuk pers asing
yang juga sangat kritis, mereka mau dan berani mengkritik negara kita tetapi
juga mau dan berani memberikan apresiasi kalau memang ada yang kita capai.
Kadang-kadang barangkali kita kurang generous
untuk melakukan hal-hal itu.
Sebagai
contoh, rakyat akan bertanya-tanya ketika dunia (international community) memberikan pujian
karena di tengah krisis ekonomi dunia sekarang ini, ekonomi Indonesia di antara
sesama anggota G-20 (20 ekonomi terbesar), kita memiliki pertumbuhan nomor dua
tertinggi, setelah Republik Rakyat Tiongkok. Dengan keadaan dan capaian seperti
itu tentu rakyat akan bertanya kalau kita sendiri mengatakan ekonomi kita jalan
di tempat, tidak tumbuh baik atau bahkan mundur.
Juga
ketika kita dinilai berhasil dalam transisi demokrasi dan reformasi. Bahkan
banyak negara yang diminta untuk menimba pengalaman kita, pengalaman Indonesia
dalam proses transisi demokrasi ini. Kemudian kita sendiri mengatakan reformasi
dan transisi demokrasi kita gagal total.
Juga
ketika banyak negara di dunia yang politiknya tidak stabil serta keamanan dan
perdamaian di negerinya koyak dan runtuh. Saya bahkan melihat sendiri
negara-negara yang sekarang mengalami nasib seperti itu. Dan mereka memuji
stabilitas politik serta keamanan nasional kita yang relatif terjaga. Justru
kita sendiri yang mengabarkan, yang menggambarkan politik dan keamanan negeri
kita serba buruk dan serba jelek.
Inilah
contoh yang kita rasakan dan saya yakin juga dirasakan oleh sebagian besar
rakyat kita. Mari kita tampilkan sesuatu yang seimbang, ada yang baik ada yang
buruk, ada yang plus ada
yang minus,
ada yang sudah kita capai, ada yang belum kita capai. Ini juga cermin bagi
bangsa kita, to do more,
to do better,berbuat yang lebih keras lagi dengan melihat cermin
yang objektif dan aktual seperti itu.
Insan
pers dan pimpinan media massa yang saya cintai,
Yang
terakhir, barangkali tidak keliru kalau saya juga memberikan harapan khusus di
tahun politik dan tahun pemilu. Tadi Prof. Bagir Manan sudah menyampaikan, Bung
Margiono dengan gaya khasnya juga mengangkat hal ini. Sebenarnya sudah pernah
saya sampaikan di sejumlah forum, tetapi tidak ada salahnya Pak Mahfud, kalau
saya ungkapkan lagi pada kesempatan ini.
Saya
berharap teman-teman pers ikut berkontribusi secara aktif dan konstruktif agar
politik, demokrasi, dan pemilihan umum yang akan kita jalankan makin matang,
makin berkualitas, dan makin bermartabat. Berikan ruang yang cukup dan relatif
adil, kalau adil benar barangkali sulit, saya harus realistik. Jadi kepada
pemilik dan manajemen televisi, radio, surat kabar, majalah, semua, termasuk social media, berikan ruang
yang cukup dan relatif adil bagi semua peserta pemilu, baik pemilu legislatif
maupun pemilihan presiden. Ikutlah menyebarluaskan visi, opsi, dan, solusi yang
ditawarkan oleh setiap kandidat, termasuk nanti para calon presiden dan para
calon wakil presiden, apa yang akan dilakukan untuk negeri ini, untuk mengatasi
masalah kita, dan untuk memajukan Indonesia di masa depan. Dengan demikian
rakyat akan bisa menguji dan mengkritisi apakah solusi dan tindakan yang
dijanjikan itu realistik atau tidak. Ikut pulalah saudara-saudara, para insan
pers dan jajaran media massa, untuk memperkenalkan sosok, integritas, dan
kapasitas para calon itu, para calon-calon, entah anggota DPR-RI, DPD-RI, calon
presiden, dan calon wakil presiden. Agar ketika rakyat hendak menjatuhkan
pilihannya mereka sungguh mengetahu siapa calon-calon itu. Istilah saya yang
sering saya gunakan, jangan sampai rakyat kita ibarat ‘memilih kucing dalam
karung’.
Saudara
bisa melakukan hal-hal yang positif seperti itu, melalui semua wahana atau
media yang ada di negeri kita. Ingat saudara-saudara, sesungguhnya televisi,
radio, koran, majalah, media online,
bahkansocial media itu
milik rakyat Indonesia, milik publik, untuk mereka. Sesuai dengan semboyan Bung
Margiono, ‘pers Indonesia dari rakyat untuk rakyat’, bukan hanya milik
partai-partai politik serta calon anggota legislatif ataupun calon-calon
presiden semata. Inilah harapan saya, harapan yang sederhana, tidak muluk-muluk
tapi keluar dari hati nurani saya.
Bapak/ibu,
saudara-saudara,
Demikianlah
yang dapat saya sampaikan. Sekali lagi terima kasih dan saya sampaikan
penghargaan atas segala pengabdian dan kontribusi insan pers dalam ikut
membangun negeri ini dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dan
sebelum saya akhiri, dikesempatan yang baik, saya juga dengan kebanggaan dan
rasa syukur untuk menyampaikan apresiasi yang tinggi atas prakarsa yang luar
biasa untuk membangun monumen dan museum dua tokoh besar, dua tokoh pers, dua
pejuang kemerdekaan yang karyanya menjadi bagian dari sejarah perjuangan bangsa,
yaitu Bung Alex Impurung Mendur dan Bung Frans Soemarto Mendur atau pasangan
Bung Alex dan Frans Mendur. Mari kita teladani kepahlawanan, kepedulian, dan
apa yang dilakukan untuk negerinya pada masa-masa yang paling bersejarah.
Demikianlah
saudara-saudara, terima kasih.
Dirgahayu
pers Indonesia.
Sekian,
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
sumber http://setkab.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar