Perspektif peringatan hari ibu dalam legenda malin kundang, dongeng klasik Malin Kundang telah
begitu melekat dalam masyarakat Indonesia, bahwa seorang anak tak boleh durhaka
kepada ibunya. Begitu pula dalam ajaran agama, sosok
ibu adalah penghormatan sepanjang hayat. Seorang Ibu telah mengandung, melahirkan dan menyusui
anak-anaknya, namun juga telah memberikan pendidikan dan teladan yang baik
sehingga anak-anak menjadi pribadi yang baik pula. Kasih sayang seorang ibu tak akan pernah bertepi, sampai kapan pun, dalam keadaan apa pun, seorang ibu akan selalu menjaga anaknya dengan sepenuh kasih sayang. Ibu adalah seorang wanita yang dapat dengan tulus mencintai dan membesarkan darah dagingnya sendiri. Seorang ibu sama seperti alam semesta, selalu memberi tanpa di minta dan terpaksa, selalu mencintai tanpa menuntut untuk dicintai, selalu memaafkan walaupun selalu disakiti, dan selalu memberikan yang terbaik. Seorang ibu rela berkorban demi senyum bahagia anaknya. Rela mempertaruhkan nyawanya demi kelahiran si buah hati. Inilah legenda malin kundang sebagai inspirasi memperingati hari ibu yang ke 84 tahun 2012.
sehingga anak-anak menjadi pribadi yang baik pula. Kasih sayang seorang ibu tak akan pernah bertepi, sampai kapan pun, dalam keadaan apa pun, seorang ibu akan selalu menjaga anaknya dengan sepenuh kasih sayang. Ibu adalah seorang wanita yang dapat dengan tulus mencintai dan membesarkan darah dagingnya sendiri. Seorang ibu sama seperti alam semesta, selalu memberi tanpa di minta dan terpaksa, selalu mencintai tanpa menuntut untuk dicintai, selalu memaafkan walaupun selalu disakiti, dan selalu memberikan yang terbaik. Seorang ibu rela berkorban demi senyum bahagia anaknya. Rela mempertaruhkan nyawanya demi kelahiran si buah hati. Inilah legenda malin kundang sebagai inspirasi memperingati hari ibu yang ke 84 tahun 2012.
Pada
suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra.
Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena
kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk
pergi ke negeri seberang.
Besar harapan malin
dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang
nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan
lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan
Malin Kundang dan ibunya.
Setelah Malin Kundang
beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan
harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang
yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang
nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.
Selama berada di
kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal
yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada
teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam
hal perkapalan.
Banyak pulau sudah
dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal
yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan
para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian
besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para
bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para
bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di
sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang
terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan
menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin
Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya
menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa
yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan
berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan
anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin
Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Setelah beberapa lama
menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan
indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang
yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk
ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak
kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang
beserta istrinya.
Malin Kundang pun
turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat
belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia
dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi
begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin
Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya
hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai
ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak
mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju
compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang.
"Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku
agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar
pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat
marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang
memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan,
kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa
lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan
kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan
lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar